Bagaimana Saya Memandang Marah?
Jelas, saya memandangnya sebagai seorang pengamat yang marah. Saya berkata, “Saya
marah.” Pada saat marah, tidak ada ‘aku’; sang ‘aku’ muncul sesaat kemudian—yang berarti
waktu. Dapatkah saya memandang fakta itu tanpa faktor waktu, yang adalah pikiran, yang adalah
kata? Ini terjadi bila orang memandang tanpa si pengamat. Lihat ke mana itu menuntun saya.
Sekarang saya mulai melihat suatu cara memandang—melihat tanpa opini, tanpa kesimpulan,
tanpa menyalahkan, tanpa menghakimi. Maka, saya melihat kemungkinan “melihat” tanpa
pikiran, yang adalah kata. Maka batin berada di luar cengkeraman gagasan, konflik dualitas dan
seterusnya. Jadi, dapatkah saya memandang rasa takut bukan sebagai fakta terisolasi?
Jika anda mengisolasikan suatu fakta yang belum membuka pintu kepada segenap alam
batin, marilah kita kembali kepada fakta dan mulai lagi dengan mengambil fakta lain, sehingga
Anda sendiri dapat mulai melihat keadaan batin yang luar biasa, sehingga Anda memiliki kunci,
Anda dapat membuka pintu, anda dapat menembus ke dalamnya. ...
... Dengan merenungkan satu ketakutan—takut akan kematian, takut akan tetangga, takut
bahwa teman hidup Anda akan mendominasi Anda; Anda tahu masalah dominasi itu—apakah itu
akan membuka pintu? Itulah yang penting—bukan bagaimana untuk bebas dari itu—oleh karena
begitu Anda membuka pintu, ketakutan itu terhapus sama sekali. Batin adalah hasil dari waktu,
dan waktu adalah kata—betapa luar biasa memikirkan itu! Waktu adalah pikiran; pikiranlah yang
menumbuhkan ketakutan, pikiranlah yang menumbuhkan ketakutan akan kematian; dan
waktulah, yang adalah pikiran, yang menggenggam seluruh liku-liku dan kehalusan ketakutan. Book of Life - Jiddu Khrisnamurti
Jelas, saya memandangnya sebagai seorang pengamat yang marah. Saya berkata, “Saya
marah.” Pada saat marah, tidak ada ‘aku’; sang ‘aku’ muncul sesaat kemudian—yang berarti
![]() |
| Anger Art by Antoine Stevens |
kata? Ini terjadi bila orang memandang tanpa si pengamat. Lihat ke mana itu menuntun saya.
Sekarang saya mulai melihat suatu cara memandang—melihat tanpa opini, tanpa kesimpulan,
tanpa menyalahkan, tanpa menghakimi. Maka, saya melihat kemungkinan “melihat” tanpa
pikiran, yang adalah kata. Maka batin berada di luar cengkeraman gagasan, konflik dualitas dan
seterusnya. Jadi, dapatkah saya memandang rasa takut bukan sebagai fakta terisolasi?
Jika anda mengisolasikan suatu fakta yang belum membuka pintu kepada segenap alam
batin, marilah kita kembali kepada fakta dan mulai lagi dengan mengambil fakta lain, sehingga
Anda sendiri dapat mulai melihat keadaan batin yang luar biasa, sehingga Anda memiliki kunci,
Anda dapat membuka pintu, anda dapat menembus ke dalamnya. ...
... Dengan merenungkan satu ketakutan—takut akan kematian, takut akan tetangga, takut
bahwa teman hidup Anda akan mendominasi Anda; Anda tahu masalah dominasi itu—apakah itu
akan membuka pintu? Itulah yang penting—bukan bagaimana untuk bebas dari itu—oleh karena
begitu Anda membuka pintu, ketakutan itu terhapus sama sekali. Batin adalah hasil dari waktu,
dan waktu adalah kata—betapa luar biasa memikirkan itu! Waktu adalah pikiran; pikiranlah yang
menumbuhkan ketakutan, pikiranlah yang menumbuhkan ketakutan akan kematian; dan
waktulah, yang adalah pikiran, yang menggenggam seluruh liku-liku dan kehalusan ketakutan. Book of Life - Jiddu Khrisnamurti

Tidak ada komentar:
Posting Komentar