Kita
Harus Mati terhadap Semua Emosi Kita
Apa yang kita maksudkan dengan ’emosi’? Apakah itu suatu rasa-tubuh (sensasi), suatu
reaksi, suatu respons dari pancaindra? Kebencian, rasa-bakti, merasa cinta atau simpati terhadap seorang lain—semua itu adalah emosi. Beberapa di antaranya, seperti cinta dan simpati, kita sebut ’positif’, dan yang lain, seperti kebencian, kita sebut ’negatif’, dan ingin kita lenyapkan.
Apakah cinta lawan dari kebencian? Dan apakah
cinta suatu emosi, suatu rasa-tubuh, suatu perasaan yang berlanjut melalui
ingatan?
.
sukar kita pahami, oleh karena bagi kebanyakan dari kita, cinta adalah ingatan. Ketika Anda berkata Anda mencintai istri atau suami Anda, apakah yang Anda maksud dengan itu? ApakahAnda mencintai sesuatu yang memberikan Anda kenikmatan? Apakah Anda mencintai sesuatu yang dengan itu Anda melihat diri Anda dan Anda kenali sebagai milik Anda?
Maaf, ini adalah fakta; saya tidak
membuat-buat, jadi jangan terkejut.... Yang kita cintai—atau kita kira kita
cintai—adalah gambar, simbol “istriku” atau “suamiku”, bukan individu yang
hidup. Saya tidak tahu istriku atau suamiku sama sekali; dan saya tidak akan
pernah tahu orang itu selama bagi kita mengetahui berarti mengenali. Oleh
karena
pengenalan didasarkan pada ingatan—ingatan tentang kenikmatan dan kesakitan, ingatan tentang hal-hal yang saya dambakan, saya rindukan, hal-hal yang saya miliki dan yang terhadapnya saya melekat.
pengenalan didasarkan pada ingatan—ingatan tentang kenikmatan dan kesakitan, ingatan tentang hal-hal yang saya dambakan, saya rindukan, hal-hal yang saya miliki dan yang terhadapnya saya melekat.
Bagaimana saya bisa mencinta bila ada
ketakutan, kesedihan, kesepian, bayangan
keputusasaan? Bagaimana seorang yang penuh ambisi bisa mencinta? Dan kita semua sangat ambisius, betapa pun terhormatnya.
Jadi, untuk sungguh-sungguh menemukan apa cinta itu, kita harus mati terhadap seluruh masa lampau kita, terhadap semua emosi kita, yang baik maupun yang buruk—mati tanpa upaya, seperti kita menghadapi suatu racun yang berbahaya, oleh karena kita memahaminya.
keputusasaan? Bagaimana seorang yang penuh ambisi bisa mencinta? Dan kita semua sangat ambisius, betapa pun terhormatnya.
Jadi, untuk sungguh-sungguh menemukan apa cinta itu, kita harus mati terhadap seluruh masa lampau kita, terhadap semua emosi kita, yang baik maupun yang buruk—mati tanpa upaya, seperti kita menghadapi suatu racun yang berbahaya, oleh karena kita memahaminya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar